ETIKA MURID TAREKAT
ETIKA MURID
SUTEJA
Setiap sufi memformulasikan kaidah-kiadah dan
norma-norma yang berlaku umum dalam pembinaan murid, yakni ketundukan dan
kepatuhan yang sempurna dari murid kepada syekh. { Muhammad al-‘Abdah dan
Thariq Abdul Halim, al-Shufiyah wa
Nasyatuh, 2001, hal. 65).
Etika murid kepada syekh yang
paling prinsip adalah mengagungkan syekh lahir dan batin. Karenanya, murid
tidak boleh menganggap atau memperlakukan syekh seprti seorang sahabat atau
teman. Murid tidak diperbolehkan
menyembunyikan apapun didalam hatinya dari sang guru. Tidak diperbolehkan
bepergian jauh dan juga menikah tanpa seizin sykeh. Dalam hal ini, hemat
penulis, seorang murid tidak memiliki pilihan dan kebebasan sama sekali. Bahkan, kreatifitas
sekecil apapun tidak dimiliki seorang murid tarekat. Muhammad al-‘Abdah dan
Thariq Abdul Halim, al-Shufiyah wa
Nasyatuh, 2001, hal. 66). Al-Qusyayri menegaskan bahwa,
bila seorang murid berpaling hati dari syekh maka dia harus bertobat.
Pendidikan didalam tarekat adalah pendidikan yang bersifat doktirner dan
berisikan pemaksaaan-pemaksaan. Pendidikan dalam tarekat hanya akan melahirkan
kepribadian yang lemah.
Ketaatan kepada Syekh adalah di atas ketaatan kepada Tuhan. Syekh
adalah perantara penghubung antara murid tarekat dengan Allah. Dia diamanati mengemban
ilham laksana Jibril mengemban wahyu. Syekh, sebagaimana Rasululklah SAW, tidak
pernah berkata-kata berdasarkan hawa nafsunya. Ghozi, Muhammad Jamil, al-Shufiyah wa al-Wajh al-Akhar, 1400 H., hal. 39).
Abu
Yazid, dalam al-Qusyayri (hakl. 181) mengatakan bahwa murid tarekat wajib (bukan wajib syar’i) memiliki seorang syaykh. Bila tidak maka dia tidak akan
hidup bahagia. Termasuk murid yang tidak akan bahagia, dalam pandangan
al-Jaylani adalah murid yang tidak meyakini kesempurnaan guru (syekh) nya (al-Nawar al-Qudsiyah, I, hal. 174). Al-Sya’rani menegaskan, bila
murid melihat pendapat syekh diannggap berseberangan dengan pendapat para ulama
kebanyakan, hendaknya murid lebih
berpegang kepada ucapan syekh atau gurunya dan tidak boleh menolaknya.
(al-Thabaqat, II, 128)