TAHLILAN DAN HADIYUWAN
TAHLILAN DAN HADIYUWAN
Oleh:
SUTEJO IBNU PAKAR
A. TAHLILAN
Tahlilan adalah aktivitas seseorang atau kelompok (jama’ah) yang
melantunkan atau mebaca kalimat thayyibah/kalimat tahlil. Upacara
tahlilan lazimnya dilakukan setiap ada kematian. Tahlilan diselenggarakan selama tujuh hari/malam
berturut-turut setelah kematian seseorang muslim. Dengan tujuan utama mendoakan
seseorang yang telah meninggal dunia. Tahlilan diselenggarakan atas prakarsa
keluarga/ahli waris seseorang yang telah meninggal. Imam atau pemimpin upacara
tahlilan adalah seseorang yang, karena keilmuan dan kesalehannya, diminta atau
ditunjuk oleh keluarga ahli waris.
Tahlilan dalam tardisi masyarakat Cirebon khususnya dan Jawa
umumnya, didahului dengan hadyu al-Fatihah atau hadiah al-Fatihah kepada arwah orang-orang terdahulu. Karenanya, ia dikenal juga dengan sebutan ngarwah. Hadya, dalam terminology fikih Islam, adalah
penganugerahan (ungkapan terimakasih) kepada seseorang. atas jasa-jasanya semasa hidupnya. Hadiah
al-Fatihah, dengan demikian, merupakan ungkapan rasa terimakasih seseorang yang
masih hidup kepada para leluhur atas jasa-jasa baik mereka selama hidup.
Tokoh-tokoh yang patut mendapatkan hadiah al-Fatihah, dalam
tradisi keagamaan NU, adalah sebagai berikut:
1.
Nabi
Muhammad SAW
2.
Sahabat-sahabat
Nabi SAW yang, berdasarkan hadits mutawatir,
dijamin masuk sorga tanpa hisab (al-Mubasysyarin bi al-Jannah)
3.
Para
istri, anak dan cucu-cucu Nabi SAW
4.
Sahabat-sahabat
Syuhada’ Badar dan Uhud
5.
Imam-imam
Madzhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik,
al-Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal)
6.
Imam-imam
Mufassir
7.
Imam-imam
Muhadddits
8.
Imam-imam
Shufi
9.
Syekh-syekh
Pendiri Thoriqoh Mu’batabarah
10.
Sunan-sunan/Wali
Sanga
11.
Kyai-kyai/guru-guru
pembimbing rohani
12.
dan
seterusnya
Lafal yang digunakan untuk mengirim atau
hadiah al-Fatihah adalah : ilaa
hadhrat ……
……….. (nama orang).
1. BACAAN TAHLILAN
Tahlilan adalah upacara yang dilaksanakan dalam rangkaian
aktivitas pengokohan dan penguatan serta pemurnian iman dan tawhidullah.
Setiap kalimat dan ayat al-Quran yang dibaca seluruhnya kalimat dan ayat yang
berisikan penguat keimanan. Ayat-ayat al-Quran yang lazim dibaca adalah: surat
al-Ikhlash, al-Falaq, al-Nas, lima ayat pertama dan terakhir dari surat al-Baqoroh, dan ayat al-Kursi. Adapaun bacaan selain ayat
al-Quran adalah kalimat tasbih, tahmid, takbir dan tahlil serta sholawat Nabi. Tahlilan diakhiri dengan
doa untuk kebahagiaan roh seseorang yang kita doakan.
2. MENGAPA TUJUH MALAM/TUJUH HARI
Setiap individu manusia pasti dapat menghitung dengan mudah bahwa
jumlah hari itu adalah tujuh (Sabtu, Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis dan
Jum’at). Bagi yang memahami al-Quran akan tahu bahwa langit (salah satu planet
dunia/macro cosmos) itu ada tujuh lapis,
bumi itu ada tujuh lapis, serta
laut samudra yang terluas, sungai-sungai
terpanjang dan gunung-gunung tertinggi di dunia itu berjumlah tujuh.
Komunitas tarekat (thoriqoh) berkeyakinan bahwa, lathifah (soft
ware) yang terdapat dalam setiap individu manusia itu tujuh (lathifah
atau lathaif al-Sab’ah) yaitu: (1)
lathifah al-‘Nafs, (2) lathifah al-Qalb, (3) lathfah al-Ruh, (4)
lathifah al-Sirr (5) lathifah al-Qolab, (6) lathifah al-Khafiy, (7) lathifah al-Akhfa’. Atau jumlah
sorga dan neraka itu masing-masing tujuh. Seluk yang menjadi dambaan setiap
pengamal tarekat memiliki tujuh pintu yaitu: Ilmu,
wara’, zuhud, tawakkal, riyadhah, kholwat, dan
‘uzlah
3. 40 HARI/100 HARI/SETAHUN
Usia 40 hari pertama di dalam kandungan adalah awal terbentuknya
calon/bakal janin. Sedangkan usia 40
hari ketiga adalah awal ditiupkannya kehidupan (ruh) kedalam janin manusia. Masa
‘iddah (penantian) bagi sesorang istri yang ditinggalkan suaminya karena
kematian adalah masa 100 hari. Ketika sudah melewati masa penantian 100 hari
maka sah lah bagi istri (janda karena
ditinggal mati) melakukan pernikahan yang baru.
Seseorang individu yang masih hidup yang setiap tahun diperingati
hari kelahirannnya kepedanya diberikan istilah mawlid atau milad sedangkan satu tahun kematian seseorang
kepadanya dberikan istilah hawl (Cerbon: kola tau mendak)
4. ADA APA DENGAN BERKAT
Berkat atau berkah adalah kosa kata serapan dari bahasa Arab “barokah”.
Sajian makanan dan minuman yang dihidangkan oleh keluarga/ahli waris kepada
jama’ah yang terlibat dalam upacara tahlilan diharapkan memberikan pelengkap
dari semua bacaan dan doa yang dipanjatkan selama tahlilan. Tujuan akhir hidup
yang husnul khotimah mensyaratkan
dijalaninya hablum minallah
dan hablum minannas yang dua-duanya baik. Semua bacaan dalam
upacara tahlilan memiliki orinetasi hablum minallah sedangkan berkat berorientasi kepada hablum
minannas.
Bersandar kepada hadits shahih yang mutawatir yang menegaskan
bahwa, “setiap manusia yang seudah mati tidak lagi memiliki hubungan dengan
kehidupan manusia di dunia, kecuali tiga hal yaitu: (1) sedekah jariah, (2)
ilmu yang memberikan manfaat, dan (3) anak saleh yang mendoakannya”, maka berkat
dapat dikategorikan sedekah
jariah. Ketika kemauan bersedekah dalam
bentuk berkat lahir dari inisiatif
anak yang saleh hasil didikan orang tuanya, maka berkat dapat diposisikan sebagai ilmu yang
bermanfaat, dan, dengan sendirinya, merupakan doa dari anak saleh.
Mengkaji menu sebuah berkat, maka Anda harus melibatkan ilmu gizi
dan pengetahuan yang terkait dengan masalah nutrisi dan vitamin. Menu utama
sebuah berkat lazimnya adalah terdiri dari: (1) nasi, (2) sebuah ikan laut
(diwakili ikan asin), (3) seiris telor bebek, (4) sekerat daging kambing, (5) secuwil rumbah (diwakili kangkung
dan toge), (6) sepotong tahu, dan (7) sepotong tempe. Disamping itu ada juga buah-buahan seperti
pisang dan jeruk.
Nasi yang disajikan dalam sebuah berkat (dengan wadah tompo
yang terbuat dari bambu) lazimnya
cukup untuk dikonsumsi oleh dua
orang anak remaja usia belasan tahun. Tidak disangsikan oleh siapapun
bahwa nasi adalah makanan pokok orang
Jawa/Nusantara. Ikan laut adalah sumber protein sebagaimana telor dan daging,
yang mewakili protein hewani. Tahu dan
tempe terbuat dari bahan kacang kedele yang juga mengandung protein.
Keduanya mewakili protein nabati.
Demikian pula toge yang terbuat dari bahan kacang ijo. Kangkung dinilai sebagai
nutrisi yang mengandung zat besi yang sangat dibutuhkan oleh pertumbuhan tubuh
anak-anak sampai dengan berumur 30 tahun, karena sangat berguna untuk membantu
kekuatan tulang.
Secara sosio-antropologis semua jenis makanan tersebut merupakan
representasi dari taraf ekonomi dan tingkat
pendapatan keluarga pedesaan yang, pada zamannya, sangat minim. Bahkan, semua
jenis makanan dalam berkat, bahan-bahannya dapat diperoleh dengan mudah dan
murah oleh setiap keluarga. Secara ekonomis, keluarga miskin saja dipastikan
mampu menghidangkan berkat dengan menu sangat sederhana tersebut.
Sehingga, tidak ada alasan bagi keluarga berkecukupan untuk menyajikan berkat
dengan menu lebih rendah dari keluarga miskin.
5. TOMPO BAMBU
Tompo adalah
wadah yang, secara fungsional, diperuntukkan khsusus dan istimewa untuk wah
berkat. Tompo terbuat dari bahan bambu.
Mengapa tidak dibuat dari bahan plastic atau besi (kawat) ? Bambu merupakan
tanaman yang berakar serabut. Tompo
terbuat dari bamboo dipastikan lebih natural dan lebih aman bagi kesehatan
dibandingkan dengan tompo yang terbuat dari plastik, karena bebas dari bahan
kimia dan atau proses daur ulang.
Akar bambu sangat membantu
kekokohan dan keutuhan tanah sehingga
tidak mudah longsor atau mengalami abrasi.
Sunnatullah mengarajarkan
bahwa, setiap elemen pohon bambu semuanya bermanfaat dan dapat dimanfaatkan
untuk kehidupan manusia. Setiap hamba Allah harus belajar kepada falsafah
bambu yang dapat memberikan manfaat
kepada siapapun. (Khayru al-Nas
anfa’uhum li al-Nas; sebaik-baik manusia adalah dia yang memberikan
manfaat kepada orang banyak. al-Hadits).
Salah satu karakter pohon bambu adalah ketulusannya untuk tidak
melawan terpaan angin. Dia lebih memilih bersikap elastis, fleksibel atau
adaptatif tetapi tetap kokoh dengan jati dirinya yang bediri tegak dan
menegadah ke atas setinggi-tingginya. Pembelajarannya adalah bahwa, setiap
pribadi muslim dituntut menjadi pribadi yang adaptatif, tidak kaku dalam
pergaulan dan menghindari konfrontasi. Kelembutan dan kehalusan perilaku
sangat dibutuhkan dalam pencapai martabat ihsan tetapi, keimanan dan tawhidullah selalu dalam
kondisi istiqomah.
Bambu selalu hidup secara berjama’ah. Rumpun bambu adalah simbol
bahwa ia memiliki banyak anggota keluarga dan atau tetangga. Sunnatullah membuktikan
bahwa manusia adalah makhluk sosial yang harus selalu bersinteraksi dan
bersosial dengan menjaga hak-hak orang lain, rukun dan harmonis, serta dapat menjadi pemersatu.
B. HADIYUWAN
ياَ
هَادِيُ يَا عَلِيْمُ ياَ خَبِيْرُ ياَ مُبِيْنُ
Istilah hadiyu diambil dari salah satu kalimat yang merupakan rangkaian kalimat utama dalam upacara
hadiyuan. Kalimat-kalimat yang dilantunkan secara berulangkali dalam upacara hadiyuan sendiri sebagian besar
adalah nama-nama Allah atau al-Asma’ al-Husna’.
وَلِلَّهِ
الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي
أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (الأعراف :
180)
Hanya milik Allah nama-nama
yang baik (asma al-Husna), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma al-Husna
itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
(menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka
akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan (Q.S. al-A’raf: 180).
1. BACAAN DAN MAKNA
ياَ هَادِيُ
maksudnya : إهدني
يَا عَلِيْمُ maksudnya : علّمني
ياَ خَبِيْرُ maksudnya :
خبّرني
ياَ مُبِيْنُ maksudnya : بين لي
Demikian juga dengan kalimat-kalimat lainnya. Dengan demikian,
pelafalan setiap asma’ al-Husna’ pada dasarnya, selain dzikrullah,
adalah ungkapan kalimat doa.
2. KHUSUSIYAH
Tradisi hadyuwan merupakan tradisi keagamaan khas yang lahir, tumbuh dan
berkembang dari lingkungan keluarga pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon.
Kemudian menyebar di masyarakat atas pengabdian para santri dan
juga alumni pesantren tersebut. Kekhususan
lainnya terletak pada persoalan tawajjuh (istilah tarekat) yang
dilakukan sebelum memulai melafalkan kalimat-kalimat dzikir, doa atau wirid.
Berbeda dengan tradisi tahlilan yang
didahului dengan ngarwah atau tawassul (hadiah al-Fatihah), atau hadhrah
(ilaa hadhroti….), hadyuwan dimulai dengan mengucapkan salam
(sapaan) kepada arwah para leluhur. Kalimat salam dimaksudkan sebagai usaha
menghadaplan diri tawajjuh kepada nama-nama yang dituju sehingga merasa
benar-benar dekat berhadapan atau merasa
didekati.