INSTITUSI PENDIDIKAN SUFI
INSTITUSI PENDIDIKAN SUFI
SUTEJA
Institusi
pendidikan para sufi sebenarnya telah
ditemukan di masa-masa awal abad Islam dalam bentuk semacam madrasah. Hal ini
terbukti dengan ditemukannya madrasah Hasan al-Bashri di Bashrah, di bawah
asuhan Hasan al-Bashri yang lahir pada tahun 21 H/632 M. Kemudian muncul pula
madrasah Tasawwuf di Madinah di bawah asuhan Sa’id bin Musayyab (13-94 H). Lalu
di Kufah muncul madrasah Sufyan al-Thaury (97-161 H). Hal ini menunjukkan bahwa
sesungguhnya institusi pendidikan sufi telah ada sejak masa sesudah sahabat dan
pertengahan masa tabi’in. Pada masa-masa berikutnya muncul pula tokoh-tokoh
sufi ternama misalnya, Sirr al-Saqathy (w. 253 H), Ma’ruf al-Kurkhi (w. 201 H),
Harits al-Muhasibi (w. 243 H), Dzu al-Nun
al-Mishry (w. 240 H), Abu Yazid al-Basthami (w. 261 H).
Pusat
kegiatan sufi pada masa itu biasa disebut dengan khanaqah atau zawiyah
(Turki= tekke). Di Afrika Utara, pusat kegiatan sufi disebut ribath
sedangkan di India
disebut dengan jama’ah khana. menyebutkan Ribath adalah
pusat latihan yang berasal dari daerah Arab. Sedangkan di Khurasan disebut khanaqah.
Tempat ini merupakan pusat kegiatan kaum sufi
maupun tempat pembinaan dan penggemblengan para calon sufi yang diisi dengan
kegiatan pendidikan, pelatihan, kajian keagamaan,
dan ibadah mahdhah kepada Allah SWT Trimingham (1971: 5).
Pada mulanya ribath digunakan sebagai
benteng pertahanan kaum muslimin
terhadap serangan musuh. Ribath banyak dibangun di perbatasan dan
dilengkapi dengan menara pengawas. Di dalam ribath tentara muslim
melakukan latihan-latihan militer di samping ibadah keagamaan, sehingga ribath
mempunyai dua fungsi yaitu sebagai
tempat ibadah dan markas tentara (Schacht, 1995: 495). Oleh karena itu, istilah
ribath dihubungkan dengan jihad di jalan Allah SWT atau perang suci,
yang dalam prakteknya untuk mempertahankan wilayah Islam dari serangan musuh
serta memperluas wilayah kekuasaan Islam.
Dalam perkembangan selanjutnya, istilah ribath lebih banyak digunakan sama dengan pengertian zawiyah atau khanaqah. Ribath tidak banyak digunakan untuk latihan militer, tetapi lebih banyak diarahkan kepada latihan spiritual dari aliran tarekat. Kalau pada mulanya ribathberfungsi sebagai tempat ibadah, latihan militer dan markas tentara Islam dalam perkembangan berikutnya ribathlebih merupakan tempat pendidikan calon sufi.
Dalam perkembangan selanjutnya, istilah ribath lebih banyak digunakan sama dengan pengertian zawiyah atau khanaqah. Ribath tidak banyak digunakan untuk latihan militer, tetapi lebih banyak diarahkan kepada latihan spiritual dari aliran tarekat. Kalau pada mulanya ribathberfungsi sebagai tempat ibadah, latihan militer dan markas tentara Islam dalam perkembangan berikutnya ribathlebih merupakan tempat pendidikan calon sufi.
Sebuah ribath yang sangat kuno ditemukan
di Teluk Persia ,
yang cikal bakalnya adalah seorang sufi bernama Abdul Wahid ibn Zayd (w. 177
H/793 M). Ribath ini masih tetap ada sepeninggalnya, bahkan menjadi terkenal. Ribath-ribath lain di bangun selama penyerangan ke Byzantium dan juga Afrika
Utara. Sentra-sentra peribadatan juga disebut-sebut orang di Damaskus sekitar
150 H/767 M. Di Ramlah, ibukota Palestina, yang dibangun oleh seorang pangeran
Kristen sebelum tahun 800 M.
Konstruksi bangunan ribath biasanya
dilengkapi dengan mihrab untuk mengerjakan salat berjamaah dan tempat
untuk membaca al-Quran serta mempelajari ilmu-ilmu lainnya. Namun kontruksi
bangunan seperti ini terkadang terpisah walaupun lebih sering memiliki hubungan
dengan masjid, dapur luas yang digunakan bersama-sama oleh para murid dan juga
tamu dan terkadang juga sekolahan. Kuburan pendiri biasanya berada di tempat
yang sama. Syaykh itu sendiri akan tinggal bersama keluarganya di seperempat
bagian kompleks dan menemui murid-muridnya pada jam-jam tertentu untuk
membimbing kemajuan rohaninya dan mengimami salat lima waktu para jamaahnya. Misalnya yang
terjadi di khanaqah Mevlana Muzesi di Konya. Ada juga beberapa khanaqah yang hanya
memiliki satu ruangan besar tempat darwisnya tinggal, belajar dan bekerja
Anggota dari sebuah ribath ini
tersusun atas dua kelompok, murid dan pengikut yang tinggal dalam ribathdan
memusatkan perhatian pada ibadat, serta pengikut awam yang tinggal di luar
serta tetap bekerja dalam pekerjaan mereka sehari-hari, tetapi pada waktu-waktu
tertentu berkumpul di ribathuntuk mengadakan latihan spiritual.
Menurut Maqdisi bahwa pada masanya
telah ada kelompok-kelompok sufi. Di Syiraz, misalnya banyak sekali kaum sufi.
Mereka melakukan dzikir di banyak masjid setelah shalat Jum?¢â‚¬â„¢at dan
membaca salawat kepada Nabi dari atas mimbar. Sebagai gerakan yang
terorganisasi, dia menunjukkan bahwa Karramiyah pada masanya (dia menulis
sekitar 975 M) lebih efektif. Mereka memiliki khanaqah-khanaqah
di seluruh kawasan Asia yang beragama Islam.
Mengenai kegiatan-kegiatan sufi di khanaqah
yang didatanginya, maqdisi menyebutkan bahwa dirinya pernah melibatkan diri
dalam suatu kegiatan menyanyikan puji-pujian, di kesempatan lain juga ikut
berdzikir keras-keras bersama mereka dan juga ikut membacakan puisi kepada mereka.
Dari sini kita bisa mengetahui bahwa untuk memperoleh pengetahuan yang memadai
seluk beluk kesufian, orang perlu masuk menjadi anggota kelompok sufi.
Di dalam ribath pada masa itu diajarkan berbagai macam kitab yang khusus yang dipergunakan di kalangannya sendiri baik mengenai ilmu fiqh dan ilmu tasawuf, mempunyai dzikir dan doa serta wirid yang khusus pula. Di samping itu, juga ada perjanjian-perjanjian tertentu dari murid terhadap gurunya yang biasa disebut bay’at. Sumber biaya untuk sebuah ribathjuga bermacam-macam.Ada ribath yang mendapat
bantuan tetap dari pemerintah atau dermawan tertentu, tetapi ada pula ribathyang
hidup dari futuh, yaitu tanpa bantuan ataupun tunjangan dari siapa pun. Disebutkan
bahwa sebagian ribath atau khanaqah memperoleh biaya hidup yang
diperolehnya dari penghasilan waqaf. Oleh karena itu, bagi mereka yang
hidup dari futuh, mereka akan melakukan segenap aktivitasnya dengan biaya
mereka sendiri. Sejak Abad ke-11 Masehi, zawiyah-zawiyah dan khanaqah-khanaqah
yang menyediakan tempat-tempat peristirahatan sementara bagi sufi yang
berkelana telah menyebarkan kehidupan di seluruh wilayah pedesaan dan memainkan
peran menentukan dalam pengislaman daerah perbatasan dan wilayah-wilayah
non-Arab di Asia Tengah dan Afrika Utara .
Di dalam ribath pada masa itu diajarkan berbagai macam kitab yang khusus yang dipergunakan di kalangannya sendiri baik mengenai ilmu fiqh dan ilmu tasawuf, mempunyai dzikir dan doa serta wirid yang khusus pula. Di samping itu, juga ada perjanjian-perjanjian tertentu dari murid terhadap gurunya yang biasa disebut bay’at. Sumber biaya untuk sebuah ribathjuga bermacam-macam.