PEMIKIRAN JOHN LOCKE TANTANG PEDIDIKAN ANAK
PEMIKIRAN
JOHN LOCKE TANTANG PEDIDIKAN ANAK
SUTEJA
A. Ide tentang Pendidikan Intelek
John Locke, dalam dunia pendidikan,
tergolong sebagai ahli dan tokoh empirisme modern yang pertama. Idenya yang
sangat abadi ialah, bahwa jiwa manusia ketika di lahirkan maish dalam keadaan
bersih bagaikan kertas putih, tabula rasa. Pengetahuan jiwa ialah
pengetahuan yang di dapat melalui pengalaman dan penginderaan terhadap dunia
empiris. Karenanya ia menghendaki pendidikan harus dapat baradaptasi dengan
kebutuhan dan kenyataan hidup anak sebagai peserta didik. Pendidikan harus di
bangun atas dasar realitas dan realita merupakan sesuatu yang nyata dan
berubah, dinamis. Realita dan kenyataan yang berkembang meruoakan karakter dan
ciri khas pendidikan Locke. Pendidikan harus menyentuh secara langsung
pengalaman hidup dan kebutuhan anak. Dengan kata lain, lingkungan empiris
adalah sumber dan bahan pengajaran yang sangat menentukan. Pernyataan di atas
memberikan kesan kuat bahwa sumber belajar berupa lingkungan menjadi pusat
perhatian Locke yang sangat besar. Selain lingkungan alam dan kenyataan sosial
sehari-hari, lingkungan keluarga dan pergaulan mendapat perhatian yang sama.
Locke menghandaki sejak dini anak-anak di biasakan berada dalam suasana rumah
dan keluarga yang kondusif bagi lahirnya suasana saling pengertian, saling
menghormati dan saling mengerti antar sesama anggota keluarga. Hal ini di
maksudkan agar anak tumbuh sebagai individu yang terbiasa berfikir kritis dan
rasional terhadap kaidah dan norma-norma, serta aktif dalam mempergunakan nalar
didalam mengamati kenyataan hidup. Karena, Lock menilai, kebiasaan berfikir
bebas dan mandiri serta kemampuan mengekspresikan ide-ide tidak akan tercipta
tanpa adanya dukungan dunia empiris yang nyata dan dinamis. Orang tua dan
pendidik bertugas menciptakan lingkungan yang mampu manjadi sumber inspirasi dan bahan pembelajaran. Locke
menghandaki di perolehnya ilmu pengetahuan ilmu pengetahuan secara empiris yang
berinteraksi secara aktif dengan dunia dalam anak (introspective experience).
Pengalaman iternal dan pengalaman eksternal adalah sumber pengetahuan yang
dapat membentuk kepribadian.
1.
Dasar dan Tujuan Pembelajaran
Tidak di sangsikan, Locke merupakan
tokoh pendidikan empiris yang mengakui potensi dasar manusia dan pengaruh
lingkunga empiris yang dinamis. Potensi dasar manusia berupa daya ingat dan
pengamatan bila di lakukan pelatihan-palatihan kepadanya secara tepat, di
harapkan akan melahirkan kesanggupan-kesanggupan yang terlatih dan kerja
induktif. Pengamatan terhadap objek pengetahuan dan alam empiris dapat membantu
keberhasilan proses pelatihan daya inagat dan daya kerja rasio. Ia
berpendirian, ilmu pengetahuan merupakan sesuatu yang empiris dan hasil kerja
induktif. Karena, pada dasarnya pengetahuan manusia datang dari hasil
pengalaman dan merupakan refleksi pengalaman itu sendiri. Pelatihan-pelatihan
di tujukan untuk menciptakan keharmonisan pengalaman empiris dan potensi jiwa
anak.
Penguasaan teori-teori atau ide-ide harus mendapatkan dukungan dunia
empiris. Dunia empiris harus benar-benar di jadikan sumber pembelajaran.
Keharmonisan dan kesesuaian antara keduanya dapat membentuk dan mengisi fikiran
dengan ide-ide. Akal fikiran itu sendiri memiliki koneksi erat dengan objek
alam dan dunia empiris. Pelatihan-pelatihan yang baik turut membantu
mengembangkan dan memelihara akal fikiran sebagai potensi yang memberikan arti
dan memaknai objek, dunia empiris.
Pembelajaran juga bertujuan untuk
membentuk peserta didik dan menempatkan akal sesuai posisi dan proporsinya.
Usaha yang di lakukan secara baik dalam membantu membuka dan mengembangkan akal
fikiran sangat membantu kehidupan anak. Kemampuan aplikasi terhadap kunci-kunci
pengetahuan teoritis harus di dukung pelatihan-pelatihan yang dinamis. Hal ini,
menurut Locke, sesuai dengan substansi pendidikan sebagai proses penyadaran
pemahaman persoalan secara baik dan tepat, di samping merupakan proses
penyadaran terhadap pentingnya memahami apa yang menjadi miliknya berupa
potensi persepsi, fikiran, keyakinan, kehendak dan keinginan.
Anak tidak selamanya dapat
mengemukakan ide-ide dengan baik tanpa dukungan praktek. Pembelajaran tidak
semata-mata ingin menciptakan anak pandai. Pembelajaran dan pendidikan intelek
secara khusus bertujuan membantu kerja fikir, dalam kaitannya memahami
kesinambungan ide-ide dengan dunia empiris. Pelatihan di lakukan semenjak dini
agar dapat membantu anak berfikir rasional, tidak sekedar mengetahui dan
mengikuti kaidah-kaidah empiris yang
berlaku. Pembelajaran harus melibatkan daya cipta anak di dalam aktivitas
pengamatan dalam dunia empiris.
Pembelajaran dan pendidikan anak
dengan bertujuan meningkatkan kematangan berfikir dan wawasan, serta dapat
mancegah lahirnya pemahaman anak secara verbalistik.
2.
Materi dan Metode Pembalajaran
Ilmu pengetahuan, bagi Locke, merupakan hasil dari pengalaman dan
refleksi dari pengalaman itu sendiri. Ia merupakan sesuatu yang bersifat
empiris dan dinamis dari hasil kerja akal secara induktif. Sebagaimana manusia
umumnya, perkembangan akal dan daya kerja intelek anak berkembang secara
alamiah melalui tahapan-tahapan tertentu.
Untuk itulah Locke menghandaki adanya pelatihan-pelatihan daya kerja
akal secara baik dan cepat.
Pendirian tersebut tentunya
memberikan konsekuensi-konsekuensi terhadap pemilihan materi pembelajaran.
Pemilihan materi pembelajaran pendidikan intelek dalam rumusan Locke
sesungguhnya menunjuk pada konsistansinya terhadap rumusan dasar dan tujuan
pndidikan Locke.
Locke menaruh perhatian sangat besar
terhadap dunia empiris termasuk lingkungan alam. Gejala-gejala alam atau dunia
empiris merupakan salah satu objek ilmu pengetahuan. Pelatihan-pelatihan
tentang pengamatan dan penginderaan secara umum, hendaknya menyajikan materi
tentang kealaman atau ilmu pengetahuan alam. Hal ini menunjuk kepada
pendiriannya tentang kesesuaian antara fikiran dengan objek alam sebagai yang
memiliki hubungan atau koneksi erat satu dan lainnya.
Namun demikian, karena pada dasarnya
akal dapat memaknai atau memberikan arti terhadap objek alam dan dunia luar,
dan pengetahuan merupakan konsistensi kesesuaian antara ide-ide, maka Locke
menyarankan agar dilakukan proses pelatihan secara hati-hati, disamping
bimbingan secara benar dan tepat. Locke menyadari tidak selamanya anak dapat
mengemukakan ide-ide atau fikirannya secara baik, tanpa di lakukan bimbingan
dan pelatihan-pelatihan secara intensif.
Dalam kerangka pembentukan peserta
didik yang mampu mengetahui, menyadari dan menginsafi batas-batas kemampuan
fikir dan sekaligus ketepatan dan kesesuaian dalam mengamati suatu persoalan
Locke menetapkan materi pengajaran matematika. Pengajaran materi itu tidak semata-mata
untuk menjadikan anak dapat menguasai pengetahuan semata-mata, melainkan
meahami proses atau cara memperoleh pengetahuan itu sebagai prioritas. Dengan
demikian, Locke lebih menanamkan pentingnya metodologi daripada materi.
Locke sangat memperhatikan urgensi
membaca bagi anak. Sebagai seorang tokoh yang sangat konsen terhadap penguasaan
metodologi, Locke menghendaki aktivitas membaca tidak sebatas kemampuan
verbalistik. Pengajaran membaca membutuhkan keahlian pendidik di dalam
membimbing dan mengarahkan teknik membaca secara tepat. Bimbingan bertujuan dapat membantu menjauhkan
pemahaman secara verbal dalam kerangka
pelatihan daya fikir. Aktivitas membaca secara verbal akan melahirkan pemahaman
hampa.
Untuk membantu menambah wawasan
anak, selain mengajarkan ilmu pengetahuan alam, matematika dan membaca, Locke menghendaki
pengajaran bahasa dan gramatikalnya. Pengajaran ini bertujuan meningkatkan
intelektualitas dan kematangan daya fikir. Sedangkan untuk membukakan wawasan,
dipandang penting di ajarkannya materi-materi mengenai sejarah, geografi,
anatomi tubuh dan lain-lain. Dengan memasukan materi mengenai anatomi, dapat di
fahami dari pengalaman hidupnya yang secara praktik di nilai kualifaid dalam
bidang kedokteran, meskipun secara akademis is tidak pernah maraih gelar
kesarjanaan, locke dipandang mampu dalam bidang farmasi dan apoteker, serta dipandang sangat serius
dalam bidang biologi.
3. Pendidik
Konsep pendidikan Locke yang memihak
kapada pengaruh lingkungan dan dunia empiris dapat memberikan kejelasan posisi
dan fungsi pendidik dalam proses pembelajaran. Selain sebagai lingkungan bagi
anak atau peserta didik, seorang pendidik bertugas menciptakan kondisi
lingkungan yang dapat di jadikan sumber dan atau bahan belajar. Pendidik di
tuntut mampu melakukan penyesuaian hidup anak secara realistis dan dinamis.
Lingkungan dan dunia empiris
merupakan suatu kesatusn integral dengan anak. Dalam proses pembalajaran,
pendidik bertugas dan di syaratkan mampu menciptakan kesesuaian-kesesuaian
antara lingkungan dan peserta didik, kesesuaian antara pengalamana hidup dan kebutuhan
anak.
Kaitannya dengan proses pembelajaran
materi ilmu pengetahuan alam, matemetika dan kegiatan membaca, misalnya, Locke
mensyaratkan penguasaan teknik dan metodologi pemahaman materi, dasamping
syarat kemampuan menjadikan peserta didik mahir dalam bidang tersebut. Sesuai
dengan tujuan pembelajaran untuk meletih daya fikir dan meningkatkan kematangan
nalar, seorang pendidik di tuntut memerankan diri sebagai pembimbing yang dapat
dengan tepat dan benar melakukuan pelatihan-pelatihan secara hati-hati.
Kemampuan anak terhadap teori-teori atau ide-ide harus didukung oleh pengalaman
empiris. Oleh karenanya, seorang pendidik bertugas memadukan secara harmonis
antara keduanya.
Sebagaimana di kehendaki Locke
tentang pentingnya lingkunga keluarga, seyogyanya pendidik memulai dari dirinya
menciptakan tradisi pergaulan yang di dasari kasih sayang dan suasana saling
mengerti, saling menghargai dan salinh menghormati. Tradisi dan suasana itu di
harapkan dapat membantu persepatan perkembangan kedewasaan anak, tradisi
berfikir rasional dan kritis serta keaktifan mempergunakan nalar dalam
mengamati kenyataan empiris yang selalu dinamis. Dalam pandangan Locke,
kebiasaan berfikir bebas dan mandiri akan menjadi impian belaka manakala
pendidik tidak mampu menciptakan lingkungan yang dinamis dan diterima anak
sebai bagian dari kehidupan mereka.
Ilmu pengetahuan, bagi Locke, di
peroleh dari dunia empiris sebagai sumber pembelajaran dan dapat berinteraksi
dengan dunia nyata. Setiap pendidik, karenanya, harus menyadari bahwa dirinya
harus berada di tengah-tengah keduanya dan dapat menyatukan pengalaman luar
dengan pengalaman dalam peserta didik.
Seorang pendidik, sesuai dangan
substansi pembelajaran sebagai proses penyadaran terhadap potensi diri, di
tuntut mampu memfasilitasi sarana-sarana pendukung ke arah penyadaran.
Penyadaran adalah kesadaran pemahaman terhadap setiap persoalan secara tepat.
Pendidikan adalah proses penyadaran dengan pendekatan dan metode yang baik dan
tepat.
B.
Ide tentang Pendidikan Agama dan Moral
Locke adalah penganut kristen yang
taat dan meyakini agamanya sebagai sesuatu yang rasional, dan mesti didekati
secara rasional. Para ahli mengakuinya sebagai
penganut kristen yang puritan, tegus secara moral, kasih sayang dan lemah
lembut di dalam bertetangga dan bermasyarakat. Namun demikian empirismenya
membentuk keberanianya mengoreksi dan mengkritik ajaran-ajaran injil yang
menurutnya di penuhi dengan dogma-dogma dan tidak rasional. Locke menghendaki
pemahaman dan pengalaman agama yang terbentuk dari keterpaksaan dan ketakutan.
Pemahaman dan pengalaman
ajaran-ajaran agama, menurutnya, harus lahir dari dalam diri anak berdasarkan
kebutuhan rasional. Pengamalan ajaran agama harus di hindarkan dari rasa
keharusan atau kewajiban. Mereka harus di hindarkan dari dogma-dogma ajaran
agama. Karenanya, Locke menghendaki kesadaran kesederhanaan dalam proses
pendidikan keagamaan dalam arti jauh dari dogmatisme.
Sebagai penganut agama yang taat dan
puritan, Locke menekankan penanaman kecintaan terhadap Tuhan sebagai prioritas.
Kecintaan terhadap Tuhan, bagi Locke, merupakan ajaran fundamental semua
agama-agama besar dunia. Namun demikian, sebagai tokoh empirisme, ia tetap
menekankan rasionalisasi. Kecitaan tarhadap Tuhan harus ditanamkan sejak dini
secara rasional dan mesti dinyatakandalam prilaku sehari-hari. Penanaman
kecintaan terhadap Tuhan diharapkan dapat melahirkan ketaatan dan kepatuhan
rasional.
Erat
kaitannya dengan pendidikan keagamaan, Locke menaruh perhatian terhadap
persoalan moral. Tetapi
sebagai tokoh empirisme, ia tetap konsisten dan terkait dengan pengalaman
empiris. Pendidikan moral harus di berikan semenjak dini kepada anak-anak.
pendidikan moral yang ideal, menurutnya dalah proses yang dapat memenuhi
pencapaian idealisasi manusia menurut Locke. Manusia ideal adalah manusia yang
selalu mengandalikan diri dan memiliki harga diri , kehormatan dan kepatuhan.
Secara realistis, Locke menunjuk
masyarakatnya sebagai kenyataan yang tidak dapat disangkal. Para
orang tua dan pendidik di sekolah tidak
dapat sepenuhnya membimbing dan mengawasi perilaku setiap peserta didiknya.
Karenanya, aspek-aspek pendidikan yang ppokok menjadi terabaikan sementara
mereka tidak memiliki inisiatif belajar dari pengalaman. Sekolah dan
lembaga-lembaga pendidikan lainnya harus melakukan reformasi dengan sasaran
dapat lebih mengutamakan pendidikan aspek moral sebagai fondasi dan tercegahnya
nilai-nilai yang merusak agama.