TASAWUF ITU DOGMA
TASAWUF ITU DOGMA
sutejo ibnu pakar
Tasawuf
selanjutnya berkembang menjadi
aliran (mazhab); dan sejauh tidak bertentangan dengan Islam dapat
dikatakan positif. Tetapi apabila telah keluar dari prinsip-prinsip keislaman
maka tasawuf tersebut menjadi aliran sesat, dan sering dikenal dengan sebutan misticime.
Tasawuf ijabi atau yang dibenarkan oleh syara’
mempunyai dua corak.Pertama, tasawuf
akhlaqi, yakni yang membatasi diri pada dalil-dalil naqli atau atsar dengan
menekankan pendekatan interpretasi tekstual. Kedua, tasawuf sunni, yakni yang sudah
memasukkan penalaran-penalaran rasional ke dalam konstruk pemahaman dan
pengamalannya. Perbedaan mendasar antara tasawuf salafi dengan tasawuf sunni
terletak pada takwil. Salafi menolak adanya takwil, sementara sunni menerima
takwil rasional sejauh masih berada dalam kerangka syari’ah. Sedangkan tasawuf
salbi atau disebut juga tasawuf falsafi adalah tasawuf yang telah terpengaruh
secara jauh oleh faham gnostisisme Timur maupun Barat. Terdapat beberapa
pendapat tentang pengaruh luar yang membentuk tasawuf Islam, ada yang
menyebutkannya dari kebiasaan rahib Kristen yang menjauhi dunia dan kehidupan
materiil. Ada pula yang menyebutkannya dari pengaruh ajaran Hindu dan juga
filsafat neoplatonisme. Dalam Hindu misalnya terdapat ajaran asketisme dengan
meninggalkan kehidupan duniawi guna mendekatkan diri kepada Allah dan menggapai
penyatuan antara Atman dan Brahman. Pythagoras juga mengajarkan
ajakan untuk meninggalkan kehidupan materi dengan memasuki dunia kontemplasi.
Demikian juga teori emanasi dari Plotinus yang dikembangkan untuk menjelaskan
konsep roh yang memancar dari dzat Allah dan kemudian akan kembali kepada-Nya.
Pada konteks ini, tujuan mistisisme baik dalam maupun di luar Islam ialah
kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog langsung antara roh manusia dan
Allah, kemudian mengasingkan diri dan berkontemplasi.
Lahirnya tasawuf didorong oleh beberapa faktor: (1)
reaksi atas kecenderungan hidup hedonis yang mengumbar syahwat, (2)
perkembangan teologi yang cenderung mengedepankan rasio dan kering dari aspek
moral-spiritual, (3) katalisator yang sejuk dari realitas umat yang secara
politis maupun teologis didominasi oleh nalar kekerasan. Karena itu sebagian
ulama memilih menarik diri dari pergulatan kepentingan yang mengatasnamakan agama
dengan praktek-praktek yang berlumuran darah. Kehidupan sufistik
sebenarnya lahir bersama dengan lahirnya Islam itu sendiri. Sebab, ia tumbuh
dan berkembang dari pribadi Nabi saw. Tasawuf Islam sebagaimana terlihat
melalui praktek kehidupan Nabi dan para sahabatnya itu sebenarnya sangatlah
dinamis. Hanya saja sebagian ulama belakangan justru membawa praktek kehidupan
sufistik ini menjauh dari kehidupan dunia dan masyarakat. Tasawuf kemudian tak
jarang dijadikan sebagai pelarian dari tanggung jawab sosial dengan alasan
tidak ingin terlibat dalam fitnah yang terjadi di tengah-tengah umat. Mereka
yang memilih sikap uzlah ini sering mencari-cari pembenaran (apologi) atas
tindakannya pada firman Allah.
Padahal
dapat diketahui bersama bahwa nabi dan para sahabatnya sama sekali tidak
melakukan praktek kehidupan kerahiban, pertapaan atau uzlah. Mereka tidak lari
dari kehidupan aktual umat, tetapi justru terlibat aktif mereformasi kehidupan
yang tengah dekaden agar menjadi lebih baik dan sesuai dengan cita-cita ideal
Islam.
Sebagaimana
halnya fikih dan kalam, tasawuf memang sering dipandang sebagai fenomena baru
yang muncul setelah masa kenabian. Tetapi tasawuf dapat berfungsi memberi
wawasan dan kesadaran spiritual atau dimensi ruhaniah dalam pemahaman dan
pembahasan ilmu-ilmu keislaman. Tanpa memahami gagasan dan bentuk-bentuk
mistisisme yang dikembangkan dalam Islam, maka hal tersebut serupa dengan
mereduksi keindahan Islam dan hanya menjadi kerangka formalitasnya saja.
Dimensi mistis dalam tiap tradisi keagamaan cenderung mendeskripsikan
langkah-langkah menuju Allah dengan imaji jalan (the path). Misalnya, di Kristen dikenal 3 (tiga) jalan: the via purgativa, the via
contemplativa, dan the via illuminativa. Hal serupa ada pula dalam Islam,
dengan mempergunakan istilah syari’ah, thariqah, dan haqiqah. Praktik kesufian
sebagaimana dipahami secara umum dewasa ini memang menuntut disiplin laku-laku
atau amalan-amalan yang merupakan proses bagi para salik menemukan kesucian
jiwanya. Salik adalah istilah yang diberikan kepada para pencari Allah, yaitu
orang-orang yang berusaha mengadakan pendekatan (taqarrub) untuk mengenal Allah
dengan sebenar-benarnya.
Jalan spiritual yang ditempuh para sufi tidaklah mudah. Tingkatan-tingkatan spiritual, dalam tradisi kesufian, digambarkan dalam
analogi titik pemberhentian (station atau maqam) yang antara sufi
satu dengan lainnya sering terdapat perbedaan pendapat. Station ini antara
lain: (1) taubat, (2) zuhud, (3) sabar, (4) tawakkal, (5) ridha, (6)
mahabbah, (7) ma’rifah, (fana’, (9) ittihad, (10) hulul. Selain maqam,
tradisi sufi mengenal apa yang disebut dengan hal (jamaknya ahwal, state).
Yakni situasi kejiwaan yang diperoleh seorang sufi sebagai karunia dari Allah
atas riyadhah atau disiplin spiritual yang dijalaninya. Suatu situasi kejiwaan
tertentu terkadang terjadi hanya sesaat saja (laih), adakalanya juga
relatif cukup lama (wadhih), bahkan jika hal tersebut sudah terkondisi
dan menjadi kepribadian, maka hal inilah yang disebut sebagai ahwal. Beberapa
ahwal yang banyak dianut oleh kalangan sufi rumusannya sebagai berikut: (1)
muraqabah, (2) khauf, dan (3) raja’, (4) Syauq, (5) Uns, (6) tuma’ninah, (7)
musyahadah, (yakin. Allah dalam surat al-Nisa ayat 77 menyatakan,
“Katakanlah, kesenangan di dunia ini hanya sementara dan akhirat itu lebih baik
bagi orang-orang yang bertaqwa.”
Dalam wacana kesufian, takhalli ‘an al-Radzail atau membersihkan
diri dari perbuatan tercela merupakan langkah awal untuk membersihkan hati
seseorang. Sedangkan tahalli bi al-fadail atau menghiasi diri dengan
sifat-sifat luhur adalah tangga berikutnya untuk mencapai tingkat spiritualitas
yang lebih tinggi yaitu tajalli. Jadi tarekat digambarkan sebagai jalan yang berpangkal pada
syariat. Ini sebuah pengandaian kalangan sufi bahwa sesungguhnya sekolah
tasawuf adalah cabang dari dogma agama.