DZIKIR NAQSYABANDIYAH
DZIKIR THORIQOH NAQSYABANDIYAH
SUTEJA IBNU PAKAR
Agama
shufi adalah wirid yang diciptakan oleh syekh dan dianggap sebagai
ibadah. dizkir kalimat tahlil لا إله إلا الله adalah dizkir umum. Sedangkan
dzikir khusus yait melafalkan kalimat الله diposisikan lebih utama daripada
membaca al-Quran.[1] Meskpiun berbeda-beda nama dan
masing-masing mempunyai keistimewaan sendiri-sendiri akan tetapi tarekat para
sufi seperti al-Syãdzalî, al-Rifã’î,
al-Tijãnî, al-Qãdirî, al-Naqsyabandî dan lain-lain memiliki tujuan satu[2]
Mendawamkan
dzikir didalam tarekat
diyakini sebagai cara efektif untuk mencapai kedekatan (qurb) dengan Allah. Seluruh tarekat
sepakat bahwa, mendawamkan dizkir akan membuahkan kebersihan sir. Ketika sir telah mendapatkan kejernihannya maka ia akan
mendapatkan posisinya di hadirat Allah.[3]
Apabila seorang selalu dizkrullãh
maka dia akan mendapatkan penampakkan sifat-sifat Allah dan lezatnya sirna kedalam wujud-Nya, baik materi dan immateri. Haqîqat adalah buah dari tharîqat
seperti persaksian terhadap
nama-nama, sifat-sifat dan dzat Allah.[4]
Al-Naqsyabandîyah didirikan oleh
Bahauddin Muhammad bin Muhammad al-Bukhari (618-791 H.).
Menyebar di
Persia, India dan Asia Barat.[5] Memiliki kekhasan dalam
hal dzikir, khalwat dan karamah.[6] Muhammad bin Sulayman al-Baghdadi
al-Naqsyabandi, menegaskan, nyatakanlah ilmu, kasyf, syuhûd dan ‘irfãn
dengan tajribah. Sesungguhnya, tarekat naqsyabandiyah merupakan tarekat
paling efektif dan paling mudah bagi murid yang hendak mencapai derajat tauhid,
karena fondasi naqsyabandiyah adalah jadzb dalam sulûk. Inilah
tujuan tasawuf yaitu wihdat al-Wujûd.[7]
Dzikir sufi mengutamakan dzikir ifrãd
dengan melafalkan kalimat الله الله الله atau هو, هو, هو . Ada juga yang
mendawamkan sholawat.[8]
Sudah
menjadi kesepakatan setiap tarekat memandang pentingnya dzikir. Tarekat
Naqsyabandi memformulasikan dzikir dengan cara menyebut nama Allah
الله berbeda dengan al-Syadzaliyah yang melafalkan
kalimat laa ilaaha illa allah لا إله إلا الله. Tarekat Naqsyabandi mengutamakan dzikir lafal Allahu.[9]
Dzikir
nafyi itsbãt yaitu dizkir لا إله إلا الله. Dzikir ini dilakukan
dengan melafalkan lafal jalãlah didalam hati dengan kekuatan yang akan
membakar seluruh hawa nafsu. Dzikir ini bila dilakukan dengan benar sebanyak 21
kali maka akan mendatangkan keberkahan sebagaimana dijanjikan oleh para syekh
al-Naqsyabandi yaitu: istighraq dan persaksian (syahãdah) atau
melihat Allah.[10]
. Cara melakukan dizkir
ini harus dimulai dengan kalimat إلهي أنت مقصودي ورضاك مطلوبي Setelah itu meningkat ke tahapan dizkir suluk
yaitu dizkir لا إله إلا الله sebanyak
5.000 kali dalam sehari semalam.[11]
‘Abd.
al-Majîd Muhammad al-Khãnî al-Naqsyabandî menyatakan, murid yang sebenarnya
ketika sibuk dizkrullah dengan ikhlas akan tampak kepadanya hal-hal ajaib dan khawãriq yang
aneh-aneh sebagai buah perbuatannya dan juga karunia Allah SWT berupa kedamaian hati atau keharmonisan hidup. Murid yang selalu dizkrullah
sepanjang siang dan malam selama lebih dari 20 tahun akan mendapatkan apa yang
telah diperoleh Syekh ‘Abd. al-Qãdir al-Jaylãnî berupa keluar biasaan.[12]
[1] al-Fawzan, Shalih bin Fawzan bin ‘Abdullah, Haqiqat
al-Tasawuf wa Mawqif al-Shufiiyah min Ushul al-‘Ibadah wa al-Din, hal. 17
[2] al-Qasim, Mahmud ‘Abd. Al-Rauf, al-Kasyf
‘an Haqiqat al-Shufiyah, hal. 9.
[3] al-Qasim,
al-Kasyf ‘an Haqiqat al-Shufiyah, hal. 371
[4] al-Qasim,
al-Kasyf ‘an Haqiqat al-Shufiyah, hal. 377
[5] Bakir, Abu ‘Azayim Jad al-Karim, Thalai’ al-Tashawuf, hal 27-28
[6] al-Qasim,
Mahmud ‘Abd. al-Rauf, al-Kasyf ‘an Haqiqat al-Shufiyah, hal.378.
[7] al-Qasim,
Mahmud ‘Abd. al-Rauf, al-Kasyf ‘an Haqiqat al-Shufiyah, hal.378.
[8] Bakir, Abu ‘Azayim Jad Al-Karim, Shuwar
Min Al-Tashawuf, hal. 11-12
[9] Bakir, Abu ‘Azayim Jad al-Karim, Thalai’ al-Tashawuf, hal. 27-28.
[10] al-Qasim,
Mahmud ‘Abd. al-Rauf, al-Kasyf ‘an Haqiqat al-Shûfiyah, hal.319-320
[11] al-Qasim,
Mahmud ‘Abd. al-Rauf, al-Kasyf ‘an Haqiqat al-Shûfiyah, hal. 322
[12] al-Qasim,
Mahmud ‘Abd. al-Rauf, al-Kasyf ‘an Haqiqat al-Shûfiyah, hal. 431