ISLAM NUSANTARA

ISLAM NUSANTARA Masuknya Islam ke Pulau Jawa tidak dapat dilepaskan dari konteks masuknya Islam di Nusantara. Kepulauan Nusantara merupakan tempat paling layak untuk membuktikan kenyataan bahwa Islam diterima dan berkembang di tengah-tengah penduduk yang menganut agama lain. Di setiap penjuru negeri terdapat bukti nyata betapa keteladanan yang baik berperan dalam penyebaran Islam tanpa menggunakan kekerasan. Masuknya orang-orang Jawa menjadi penganut Islam, menurut cerita rakyat Jawa karena peran dakwah Wali Songo yang sangat tekun dan memahami benar-benar kondisi sosio-kultural masyarakat Jawa, sehingga mereka mampu berbuat banyak dan menakjubkan. Mereka menggunakan pendekatan kultural dan edukasional, sehingga sampai kini dapat disaksikan bekas-bekasnya seperti pertunjukan wayang kulit dan wayang purwa, pusat pendidikan Islam model pondok pesantren, arsitektur majsid dan filosofinya, tata ruang pusat pemerintahan, dan sebagainya. Para wali itu diidentikkan dengan tokoh kharismatik yang lazim dikenal sebagai penagnut ajaran ulama-ulama sufi. Berperannya para sufi di dalam penyebaran Islam tampak sekali dalam peran menyatukan umat Islam. Penyebaran tariqat-tariqat sufi ternyata sampai pula di tanah Jawa, sehingga banyak dijumpai orang-orang Jawa, Sunda, Madura dan lainnya yang beragama Islam menjadi pengikut tariqat-tariqat tersebut. Tarekat adalah kepanjangan tasawuf. Hakikat tasawuf adalah ilmu dan amal yang membuahkan akhlak terpuji, jiwa yang suci dan bukan ungkapan-ungkapan teoritis belaka. Islam Nusantara, seperti pembuktian para ilmuwan dan sejarawan atau ahli sejarah dunia, adalah islam sufistik. Proses islamisasi penduduk Nusantara oleh para pendakwah (khususnya Dewan Wali Sanaga) dilakukan dengan menggunakan pendekatan sufistik. Faktor utama keberhasilan islamisasi sejumlah besar penduduk Nusantara adalah kemampuan para sufi menyajikan Islam dalam kemasan yang atraktif khususnya dengan menekankan perubahan dalam kepercayaan dan praktek keagamaan lokal. Betapa signifikan peran yang dimainkan para sufi dalam proses islamisasi Nusantara. Ajaran tasawuf sudah berkembang pertama kalinya di Aceh pada abad ke-17 M. Paham itu telah dibawa oleh para pedagang Melayu sehingga sampai di Demak dan Banten. Sebagian besar penduduk daerah ini menganut madzhab Syafi’iyah dalam bidang fikih. Sedangkan ajaran tasawuf yang diajarkan dan berkembang sampai dengan sekarang adalah ajaran al-Imam al-Ghazali. Berdasarkan Babad Cirebon, Purwaka Caruban Nagari, ketika Kerajaan Pasai mengalami kemunduran, adalah seorang warga Pasai bernama Fadhilah Khan (wong agung saking Pase) datang ke Pulau Jawa terutama Demak dan Cirebon (1521 M.) Setelah Kerajaan Demak beridiri, Islam tersebar demikian cepat ke seluruh pelosok Pulau Jawa. Keharuman nama Demak sebagai basis penyebaran Islam di Pulau Jawa sesungguhnya tidak lepas dari peran Wali Songo. Meskipun tidak membawa bendera tertentu, kecuali Islam Ahlussunnah wal Jama’ah, metode dakwah yang digunakan para wali itu adalah penerapan metode yang dikembangkan para ulama sufi Ahlussunnah wal Jama’ah dalam menanamkan nilai-nilai ajaran Islam melalui keteladanan yang baik sebelum berkata-kata.

Postingan populer dari blog ini

DZIKIR/WIRID TAREKAT TIJANIYAH

RADEN MUTA’AD (1785-1842 M)

TAHLILAN DAN HADIYUWAN