MEMBANGUN PERADABAN; MENTELADANI RASULULLAH SAW
MEMBANGUN
PERADABAN;
MENTELADANI
RASULULLAH SAW
OLEH:
S
U T E
J A
KHUTBAH PERTAMA
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ
هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُيَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ
ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ
مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ
مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً
كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ
إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ
فَوْزًا عَظِيْمًاأَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ،
وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ
الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِاَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
HADIRIN
SIDANG JUM’AT YANG BERBAHAGIA
Ketika
Rasulullah Saw. hijrah ke Madinah, langkah pertama yang beliau lakukan adalah
membangun masjid. Kata masjid dalam Al-Qur’an terulang sebanyak 28 kali. Dari
segi bahasa, kata masjid terambil dari akar kata sajada-yasjudu-sujuudan
(patuh, taat, serta tunduk dengan penuh hormat serta ta’dhim). Adapun ismul
makaan (nama tempat) adalah masjid (tempat bersujud), yakni bangunan yang dikhususkan
untuk melaksanakan shalat. Karena akar katanya mengandung makna tunduk dan
patuh, maka hakekat masjid adalah tempat melakukan segala aktivitas yang
mencerminkan kepatuhan, tunduk, taat semata kepada Allah SWT.
Masjid adalah institusi pertama yang
dibangun oleh Rasulullah SAW saat beliau hijrah ke kota Madinah, yakni masjid
Quba’, kemudian disusul dengan Masjid Nabawi di Madinah. Terlepas dari
perbedaan pendapat ulama tentang masjid yang dijuluki Allah sebagai masjid yang
dibangun atas dasar takwa (QS Al-Tawbah [9]: 108), yang jelas bahwa
keduanya--Masjid Quba dan Masjid Nabawi-- dibangun atas dasar ketakwaan, dan
setiap masjid seharusnya memiliki landasan dan fungsi seperti itu. Itulah
sebabnya mengapa Rasulullah Saw meruntuhkan bangunan kaum munafik yang juga
mereka sebut masjid, dan menjadikan lokasi itu tempat pembuangan sampah dan
bangkai binatang, karena di bangunan tersebut tidak dijalankan fungsi masjid
yang sebenarnya, yakni ketakwaan. Al-Quran melukiskan bangunan kaum munafik itu
sebagai berikut, (QS Al-Tawbah [9]: 107). dan
(di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid
untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan
untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan
orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu.
Yang dimaksudkan dengan orang yang telah memerangi Allah dan
Rasul-Nya sejak dahulu ialah seorang pendeta Nasrani bernama Abu 'Amir, yang
mereka tunggu-tunggu kedatangannya dari Syiria untuk bersembahyang di masjid
yang mereka dirikan itu, serta membawa tentara Romawi yang akan memerangi kaum
muslimin. akan tetapi kedatangan Abu 'Amir ini tidak Jadi karena ia mati di
Syiria. dan masjid yang didirikan kaum munafik itu diruntuhkan atas perintah
Rasulullah s.a.w. berkenaan dengan wahyu yang diterimanya sesudah kembali dari
perang Tabuk.
SIDANG JAMAAH JUMAT YANG DIMULIAKAN OLEH ALLAH SWT
Rasulullah SAW tidak menjadikan masjid hanya tempat shalat semata,
namun dijadikan juga sebagai sarana melakukan pemberdayaan umat, seperti tempat
pembinaan dan penyebaran dakwah Islam, sebagai tempat untuk mengobati orang
sakit, sebagai tempat untuk mendamaikan orang yang sedang bertikai, sebagai
tempat untuk konsultasi dan komunikasi masalah ekonomi, sosial dan budaya,
demikian pula digunakan untuk menerima duta-duta asing, sebagai tempat
pertemuan pemimpin-pemimpin Islam, sebagai tempat bersidang, tempat mengurus
baitul maal, menyusun taktik dan strategi perang, serta mengurus prajurit yang
terluka. Demikian pula masjid sebagai sarana tempat pendidikan, dan Rasulullah
SAW mengajar langsung dan memberi berkhutbah, dalam bentuk halaqah, di mana
para sahabat duduk mengelilingi beliau untuk mendengar dan melakukan tanya
jawab berkaitan urusan agama dan kehidupan sehari-hari.
Masjid di zaman Rasulullah SAW mempunyai banyak fungsi. Itulah
sebabnya Rasulullah SAW membangun masjid terlebih dahulu dan dari masjidlah
kemudian memancar cahaya Islam, menyebar ke seluruh cakrawala dunia. Masjid
menjadi symbol persatuan umat Islam. Selama sekitar 700 tahun sejak Nabi
mendirikan masjid pertama, fungsi masjid masih kokoh dan original sebagai pusat
peribadatan dan peradaban yang mencerdaskan dan mensejahterakan umat manusia.
Lewat masjid Rasulullah SAW membangun kultur masyarakat baru yang lebih dinamis
dan progressif. Masjid adalah rumah Allah yang dibangun atas dasar ketaqwaan
kepadaNya. Oleh karena itu, membangun masjid harus diawali dengan niat yang
tulus, ikhlas, mengharap ridha Allah semata, sehingga masjid yang dibangun
mampu memberikan ketenangan, ketenteraman, kedamaian, kesejahteraan, rasa aman
kepada para jamaah dan lingkungannya.
Pada masa keemasan Islam, universitas berada di dalam masjid,
seperti masjid Al Azhar, Kairo, Mesir, dari masjid inilah melahirkan
universitas terkemuka di dunia, yakni Universitas Al Azhar yang hingga kini
dikenal dunia. Masjid Al-Azhar juga dikenal luas oleh kaum muslimin di
Indonesia. Masjid ini mampu memberikan beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa,
bahkan pengentasan kemiskinan pun merupakan program nyata yang secara kontineu
dilaksanakan di masjid. Kalau dulu universitas ada di dalam masjid, sekarang
masjid ada di dalam universitas.
Bagaimana dengan kondisi masjid sekarang? Dilihat dari sisi
pertumbuhan masjid di Indonesia, sungguh sangat menggembirakan. Dari tahun ke
tahun, jumlah masjid kian bertambah. Tetapi kita harus jujur, harus kita akui,
bahwa fungsinya belum maksimal dan optimal. Pemberdayaan masjid selama ini,
kurang begitu diperhatikan. Padahal masjid mempunyai peran strategis dalam
membangun kesejahteraan umat. Masjid selama ini hanya berperan sebatas tempat
ibadah shalat ritual semata. Padahal jika masjid itu berdaya, maka
masyarakatnya pun akan sejahtera.
SIDANG JAMAAH JUMAT YANG DIMULIAKAN OLEH ALLAH SWT Kaum muslimin yang hijrah dari
Makkah ke Madinah tidak disebut sebagai pengungsi. Dan kaum muslimin yang
menerima muslimin makkah tidak disebut sebagai penampung pengungsi. Rasulullah
memuliakan keduanya dnegan menyebut Muhajirin (orang-orang yang berhijrah) dan
Anshar (para penolong).
Persaudaraan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar yang
dideklarasikan Rasulullah SAW memiliki konsekuensi lebih khusus bila
dibandingkan dengan persaudaraan yang bersifat umum. Sebagaimana diketahui,
saat kaum Muhajirin berhijrah ke Madinah tidak membawa seluruh harta. Sebagian
besar harta mereka ditinggal di Makkah, padahal mereka akan menetap di Madinah.
Ini jelas menjadi problem bagi mereka di tempat yang baru. Terlebih lagi,
kondisi Madinah yang subur sangat berbeda dengan kondisi Makkah yang gersang.
Keahlian mereka berdagang di Makkah berbeda dengan mayoritas penduduk Madinah
yang bertani. Tak pelak, perbedaan kebiasaan ini menimbulkan permasalahan baru
bagi kaum Muhajirin, baik menyangkut ekonomi, sosial kemasyarakatan, dan juga
kesehatan. Mereka harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Sementara itu, pada
saat yang sama mencari penghidupan, padahal kaum Muhajirin tidak memiliki
modal. Demikian problem yang dihadapi kaum Muhajirin di daerah baru.
Melihat kondisi kaum Muhajirin, dengan landasan kekuatan
persaudaraan, maka kaum Anshar tak membiarkan saudaranya dalam kesusahan. Kaum
Anshar dengan pengorbanannya secara total dan sepenuh hati membantu
mengentaskan kesusahan yang dihadapi kaum Muhajirin. Pengorbanan kaum Anshar
yang mengagumkan ini diabadikan di dalam al-Qur'an, surat Al-Hasyr/59 ayat 9.
"Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan
telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor)
mencintai orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor)
tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan
kepada mereka (Muhajirin) ; dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin),
atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang
dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang
beruntung."
Rasulullah SAW kemudian mempersaudarakan antara kaum Muhajirin
dengan kaum Anshar. Peristiwa ini, sebagaimana disebutkan dalam banyak riwayat
terjadi pada tahun pertama hijriyah: Sebagian ulama mengatakan tempat deklarasi
persudaraan ini di rumah Anas bin Malik dan sebagian yang lain mengatakan di
masjid. Rasulullah mempersaudarakan mereka dua-dua, satu dari Anshar dan satu
dari Muhajirin. Ibnu Sa'ad dengan sanad dari syaikhnya, Al-Waqidi menyebutkan,
ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau mempersaudarakan antara sebagian
kaum Muhajirin dengan sebagian lainnya, dan mempersaudarakan antara kaum Anshar
dengan kaum Muhajirin. Rasulullah mempersaudarakan mereka dalam al-haq agar
saling menolong dan saling mewarisi setelah (saudaranya) wafat. Saat deklarasi
itu, jumlah mereka 90 orang, terdiri dari 45 kaum Anshar dan 45 kaum Muhajirin.
Ada juga yang mengatakan 100, masing-masing 50 orang. Imam Bukhari meriwayatkan
dari lbnu 'Abbas, ketika kaum Muhajirin baru tiba di Madinah, kaum Muhajirin
bisa mewarisi kaum Anshar karena persaudaraan yang telah dilakukan oleh
Rasulullah, sedangkan dzawil-arham (kerabat yang bukan ahli waris) tidak. Di
antara contoh praktis buah dari persaudaraan yang dilakukan Rasulullah yaitu
kisah 'Abdurrahman bin `Auf r.a. dengan Sa'ad bin Rabi. Sa'ad r.a. berkata
kepada `Abdurrahman : "Aku adalah kaum Anshar yang paling banyak harta.
Aku akan membagi hartaku setengah untukmu. Aku mempunyai dua istri, pilihlah di
antara istriku yang kau inginkan, (dan) aku akan menceraikannya untukmu. Jika
selesai masa `iddahnya, engkau bisa menikahinya." Mendengar pernyataan
saudaranya itu, 'Abdurrahman ra menjawab: " Semoga Allah memberkahimu,
keluargamu, dan hartmu. Aku tidak membutuhkan hal itu. Adakah pasar (di sekitar
sini) tempat berjual beli?" Lalu Sa'ad r.a. menunjukkan pasar Qainuqa'.
Mulai saat itu, 'Abdurrahman sering pergi ke pasar untuk berniaga, sampai
akhirnya ia berkecukupan dan tidak memerlukan lagi bantuan dari saudaranya.
Sikap Abdurrahman bin 'Auf r.a. terhadap tawaran saudaranya, yaitu
Sa'ad bin Rabi' merupakan iffah atau menjaga harga diri dengan tidak
meminta-minta. Tampak kesiapan mental kaum Muhajirin untuk melakukan pekerjaan
yang sanggup mereka lakukan. Persaudaraan
tesebut benar-benar diwujudkan oleh kaum muslimin dengan kesunggunhan.
Orang-orang Anshar sangat besar perhatiannya terhadap saudara-sardaranya dari
kalangan Muhajirin. Mereka sangat mengasihi saudaranya, mengorbankan hartanya,
bahkan lebih mementingkan saudaranya walaupun mereka sendiri kesusahan (itsar).
Sementara kaum Muhajirin menerima dengan sewajarnya, tidak menjadikannya
sebagai kesempatan yang berlebih-lebihan.
Tindakan mempersaudarakan ini sangat efektif dalam mengatasi
problem kesenjangan social antara kaum Muhajirin dan Anshar. Ukhuwah islamiyah di zaman modern ini penting
menjadi perhatian bersama. Jangan sampai gara2 materi kita bermusuhan dengan
orang lain, apalagi kalo masalah pilkada, pilkades yang sering kali memperkeruh
persaudaraan di masyarakat kita saat ini.
SIDANG JAMAAH JUMAT YANG DIMULIAKAN OLEH ALLAH SWT
Piagam Madinah (Bahasa Arab: صحیفة المدینه, shahifatul madinah) juga dikenal dengan
sebutan Konstitusi Madinah, ialah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad
SAW, yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan semua
suku-suku dan kaum-kaum penting di Yathrib (kemudian bernama Madinah) di tahun
622. Dokumen tersebut disusun sejelas-jelasnya dengan tujuan utama untuk
menghentikan pertentangan sengit antara Bani 'Aus dan Bani Khazraj di Madinah.
Untuk itu dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban
bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas-komunitas pagan Madinah; sehingga
membuat mereka menjadi suatu kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut
ummah.
Sebagaimana sudah diketahui, Islam tidak dapat dipisahkan dari
politik. Batas antara ajaran Islam dengan persoalan politik sangat tipis. Sebab
ajaran Islam mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk persoalan
politik dan masalah ketatanegaraan. Peristiwa hijrah Nabi ke Yatsrib merupakan
permulaan berdirinya pranata sosial politik dalam sejarah perkembangan Islam.
Kedudukan Nabi di Yatsrib bukan saja sebagai pemimpin agama, tetapi juga kepala
negara dan pemimpin pemerintahan. Kota Yatsrib dihuni oleh masyarakat yang
multi etnis dengan keyakinan agama yang beragam. Peta sosiologis masyarakat
Madinah itu secara garis besarnya terdiri atas :
1. Orang-orang muhajirin, kaum muslimin yang hijrah dari
Makkah ke Madinah.
2. Kaum Anshar, yaitu orang-orang Islam pribumi Madinah.
3. Orang-orang Yahudi yang secara garis besarnya terdiri atas
beberapa kelompok suku seperti : Bani Qainuna, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah.
4. Pemeluk “tradisi nenek moyang”, yaitu penganut paganisme
atau penyembah berhala.
Pluralitas masyarakat Madinah tersebut tidak luput dari pengamatan
Nabi. Beliau menyadari, tanpa adanya acuan bersama yang mengatur pola hidup
masyarakat yang majemuk itu, konflik-konflik di antara berbagai golongan itu
akan menjadi konflik terbuka dan pada suatu saat akan mengancam persatuan dan
kesatuan kota Madinah. Hijrah Nabi ke Yatsrib disebabkan adanya permintaan para
sesepuh Yatsrib dengan tujuan supaya Nabi dapat menyatukan masyarakat yang
berselisih dan menjadi pemimpin yang diterima oleh semua golongan. Piagam ini
disusun pada saat Beliau menjadi pemimpin pemerintahan di kota Madinah.
Sebagai seorang pemimpin, maka beliau merasa punya tanggung jawab
besar terhadap diri dan pengikutnya. Beliau tidak saja harus giat menyiarkan
agama Islam, tetapi juga sebagai seorang pemimpin tidak boleh membiarkan
musuh-musuh dari dalam dan dari luar mengganggu kehidupan masyarakat muslim.
Pada tahap ini beliau menghadapi tiga kesulitan utama :
1. Bahaya dari kalangan Quraisy dan kaum Musyrik lainnya di
Jazirah Arab.
2. Kaum Yahudi yang tinggal di dalam dan di luar kota dan
memiliki kekayaan dan sumberdaya yang amat besar.
3. Perbedaan di antara sesama pendukungnya sendiri karena
perbedaan lingkungan hidup mereka.
Dan karena perbedaan lingkungan hidup, maka kaum muslimin Anshar
dan Muhajirin mempunyai latar belakang kultur dan pemikiran yang sangat
berbeda. Hal ini masih di tambah lagi dengan permusuhan sengit yang telah
terjadi selama 120 tahun lebih antara dua suku Anshar, yaitu Bani Aus dan Bani
Khazraj. Sangat sulit bagi Nabi mengambil jalan tengah untuk mempersatukan
mereka dalam kehidupan religius dan politik secara damai.
Adapun Piagam Madinah itu mempunyai arti tersendiri bagi semua
penduduk Madinah dari masing-masing golongan yang berbeda. Bagi Nabi Muhammad,
maka Ia diakui sebagai pemimpin yang mempunyai kekuasaan politis. Bila terjadi
sengketa di antara penduduk Madinah maka keputusannya harus dikembalikan kepada
keputusan Allah dan kebijaksanaan Rasul-Nya. Pasal ini menetapkan wewenang pada
Nabi untuk menengahi dan memutuskan segala perbedaan pendapat dan permusuhan
yang timbul di antara mereka.
Hal ini sesungguhnya telah lama diharapkan penduduk Madinah,
khususnya golongan Arab, sehingga kedatangan Nabi dapat mereka terima. Harapan
ini tercermin di dalam Baitul Aqabah I dan II yang mengakui Muhammad sebagai
pemimpin mereka dan mengharapkan peranannya di dalam mempersatukan Madinah.
Sedangkan bagi umat Islam, khususnya kaum Muhajirin, Piagam
Madinah semakin memantapkan kedudukan mereka. Bersatunya penduduk Madinah di
dalam suatu kesatuan politik membuat keamanan mereka lebih terjamin dari
gangguan kaum kafir Quraisy. Suasana yang lebih aman membuat mereka lebih
berkonsentrasi untuk mendakwahkan Islam. Terbukti Islam berkembang subur di
Madinah ini.
Bagi penduduk Madinah pada umumnya, dengan adanya kesepakatan
piagam Madinah, menciptakan suasana baru yang menghilangkan atau memperkecil
pertentangan antar suku. Kebebasan beragama juga telah mendapatkan jaminan bagi
semua golongan. Yang lebih ditekankan adalah kerjasama dan persamaan hak dan
kewajiban semua golongan dalam kehidupan sosial politik di dalam mewujudkan
pertahanan dan perdamaian.
Piagam Madinah ternyata mampu mengubah eksistensi orang-orang
mukmin dan yang lainnya dari sekedar kumpulan manusia menjadi masyarakat
politik, yaitu suatu masyarakat yang memiliki kedaulatan dan otoritas politik
dalam wilayah Madinah sebagai tempat mereka hidup bersama, bekerjasama dalam
kebaikan atas dasar kesadaran sosial mereka, yang bebas dari pengaruh dan
penguasaan masyarakat lain dan mampu mewujudkan kehendak mereka sendiri.
KHUTBAH KEDUA
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ
لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ. أَمَّا بَعْدُ؛
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ
يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا
عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى
آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا
مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا
إِبْرَاهِيْمَ، في العالمين إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ
وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا
عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ
الْمُسْلِمِيْنَ وَأَرْخِصْ أَسْعَارَهُمْ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ.
اَللَّهُمَّ لاَ تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إِلاَّ
فَرَّجْتَهُ وَلاَ دَيْنًا إِلاَّ قَضَيْتَهُ وَلاَ حَاجَةً مِنْ حَوَائِجِ
الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ إِلاَّ قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا
وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ
قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ. عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ
وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ
يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ
يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ