BUNTET PESANTREN CIREBON
Lembaga pendidikan Pondok Pesantren ini umurnya cukup tua. Berdiri sejak abad ke
18, tepatnya tahun 1785 Masehi. Buku Sejarah Pondok Pesantren Buntet karya H. Amak Abkari menyebutkan bahwa tokoh atau
ulama yang pertama kali mendirikan pesantren ini adalah seorang Mufti Besar
Kesultanan Cirebon bernama Kiyai Haji Muqoyyim (Mbah Muqoyyim).
Kiyai
Muqoyyim yang lahir pada sekitar tahun 1740 adalah putra dari Kyai Abdul Hadi. Kakeknya salah
seorang putra pangeran Cirebon dan ibunya bernama Anjosmoro bin Warbita
Mangkunegara.[1] Beliau adalah seorang pemuda yang sakti
mandraguna, berpengetahuan Islam yang luas dan memiliki ilmu laduni.
Dengan kesaktiannya kiyai Muqoyyim memenangkan sayembara membuat bendungan yang
sangat kuat dalam waktu singkat. Hingga kini bendungan itu diberi nama
“situpatok” dan kiyai muqoyyim dinikahkan dengan putri keturunan pangeran
Luwung yang bernama Nyi Ratu Randulawang (Nyi Pinang, karena melalui pinangan
sayembara). Kyai Muqoyyim mempunyai keturunan: 1). Kyai Muhajir, 2). Nyi
Sungeb, 3). Nyi Roisah, 4). Nyi Thoyibah dan 5). Nyi Kholifah.[2]
Ia
dianggap memiliki sikap non kooperatif terhadap penjajah Belanda, sehingga
lebih kerasan (betah) tinggal dan mengajar di tengah masyarakat ketimbang
tinggal di Istana Kesultanan Cirebon. Rupanya, setelah merasa cocok bertempat
tinggal di perkampungan dan memberikan dakwah keagamaan, akhirnya beliau
mendirikan sebuah pondok pesantren yang cukup terkenal di Nusantara yang
kemudian diberi nama Pondok Pesantren Buntet.
Kiyai Muqoyyim sangat kesal dan benci
terhadap Belanda karena terus menindas, memeras dan menyengsarakan rakyat,
beliau mencoba pergi ke bagian Timur Selatan Cirebon untuk mencari tanah
perkampungan yang cocok dengan hatinya. Pencarian tanah ini untuk mencari
tempat yang strategis mengembangkan
syiar Islam di tanah Cirebon.Di sinilah, tepatnya di kampung Kedungmalang desa
Buntet Kecamatan Astana Japura, beliau mendirikan pesantren yang kemudian
dikenal dengan Pesantren Buntet atau Buntet Pesantren.
Pada mulanya Kiyai Muqoyyim hanya membangun rumah yang sangat sederhana,
disertai dengan langgar dan beberapa bilik. Kemudian beliau menggelar pengajian yang akhirnya
banyak orang tahu dan banyak yang ingin menjadi santrinya. Selain mengajarkan
tentang agama Islam yang mendalam melalui kitab kuning, Kyai Muqoyyim juga
mengajarkan kepada santri dan masyarakat sekitar pesantren ilmu tentang
ketatanegaraan yang beliau peroleh dari selama tinggal di Keraton Kanoman.
Walaupun Kiyai
Muqoyyim pergi meninggalkan Kesultanan Kanoman, tetapi pencarian Kyai Muqoyyim oleh Belanda akhirnya berhasil ditemukan. Diketahui bahwa beliau tengah
mendirikan sebuah pesantren di Timur Selatan Cirebon. Persiapan untuk menyergap
beliau dirapatkan dengan matang, karena Belanda tahu bahwa Kyai Muqoyyim adalah
seorang Kyai yang mempunyai kesaktian yang tinggi sehingga tidak dapat
diremehkan.
Menghindari sergapan Belanda yang terus
menerus mencarinya, kiyai Muqoyyim kemudian mengembara ke beberapa tempat dan
di tempat pengembaraan, beliaupun mendirikan juga pondok pesantren, diantaranya
di Sindanglaut dan di Pemalang. Setelah di Cirebon kondisinya aman dimana
Belanda tidak lagi mencari-cari beliau, lalu kiyai muqoyyim kembali menata
pondok pesantren yang pertamanya yaitu pondok pesantren Buntet sampai akhirnya
wafat dan dimakamkan di Sindanglaut berdekatan dengan ki Ardi yang
merupakan teman seperjuangan dan juga
sebagai adik ipar kiyai Muqoyyim.
Pondok pesantren
yang didirikan kyai Muqoyyim ini lebih terkenal sebagai pondok pesantren
Buntet, padahal lokasinya berada di wilayah Desa Mertapada Kulon. Kenapa
pesantren ini dinamai Pondok Pesantren Buntet?
Berdasarkan penuturan KH. Shobih adalah:
Kata “Buntet” yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Buntet
Pesantren, “wilayah kekuasaannya” meliputi Desa Buntet, Desa Mertapada Kulon, Desa
Sida Mulya dan Desa Munjul. Karena itu, Desa Buntet merupakan bagian dari
“wilayah kekuasaan” Buntet Pesantren. Adapun Pesantren Buntet yang ada di Desa
Mertapada Kulon, adalah lembaga pendidikan Islam yang bernama “Buntet”. Mengapa
demikian, karena nama “Buntet” lebih dulu ada jika dibandingkan dengan
nama-nama desa yang ada di lingkungan Pondok
Pesantren Buntet.[3] Bahkan berdasarkan beberapa informasih
bahwa yang mendirikan desa-desa di lingkungan Pondok
Pesantren Buntet adalah, para kiyai dan keluarga Pondok Pesantren Buntet yang memiliki komitmen untuk memajukan wilayahnya.
Data tertulis
menunjukkan bahwa, Pesantren Buntet mulai ada perkembangan adalah pada periode
kepemimpinan KH. Abdul Jamil (1842-1910), tepatnya setelah pulangnya beliau
dari bermukim di Makkah. Langkah yang dilakukan pertamakali beliau memperbaiki
sarana fasilitas yang telah dianggap rapuh, penyusunan jadwal pengajian,
penambahan cara atau metode pengajaraan Kitab Kuning yaitu tidak hanya
menggunakan metode tradisional seperti metode sorogan dan bandongan
tetapi dikembangkan juga cara atau metode lain seperti mujadalah (diskusi) bahkan pada saat itu dikembangkan juga sistem
klasikal (madrasi).
Masa inilah sering dikatakan sebagai kebangkitan kembali pesantren yang ditandai dengan perubahan baru Pondok Pesantren Buntet. Agar pesantren lebih maju, KH. Abdul Jamil terkenal dengan
panggilan Den Jamil atau Raden Abdul
Jamil selanjutnya masyhur disebut Syekh
Jamil) segera menghimpun para Kyai lingkungan keluarganya, saudagar, pedagang,
dan lain-lain untuk membangun dan menata kembali sarana fisik dan aktivitas
pesantren.
Asrama santri diperbaiki dan ditambah jumlahnya. Serta berkat bantuan sahabat terdekat
dan pernah berguru pada Syakeh Jamil yaitu haji terkaya dari Kanggraksan
Cirebon bernama H. Ali maka dibangunlah masjid di Komplek pesantren (sampai
sekarang masjid ini masih digunakan dan terawat baik).
Kemudian dibangun pula sarana perhubungan komunikasi berupa
jalan dan jembatan yang menghubungkan komplek pesantren dengan desa sekitarnya.
Pembangunan jalan dan jembatan ditempuh dengan cara menukar tanah Syekh Jamil
kepada pemerintah yang saat itu membutuhkan sekali guna pembuatan sungai di
mana kebetulan menjorok melintas tanah pekarangan milik Syekh Jamil. Jembatan
tersebut dikenal masyarakat dengan nama Kreteg Uwung (jembatan lalu lintas orang/manusia)
sedangkan jalan yang dibangun diberi nama Dalan sekerikil (Jalan sebesar
Kerikil).
KH. Abdul Jamil menginginkan semua keluarga terlibat
agar pesantren semakin semarak. Maka KH Abdul Jamil meminta keluarga dan sanak family yang terdiri dari KH. Abdul
Mun’im, Kyai Tarmidzi, KH Abdul Mu’thi, Kyai Muktamil, Kyai Abdullah, dan Kyai
Chamim menggelar pengajian. Antara lain lewat system Halaqoh berbagai ilmu dan
kitab salaf digelar secara rutin di masing-masing rumah Kyai dan di masjid. Adapun para putera Kyai dikirim ke
pesantren-pesantren tertentu di Tanah Jawa untuk menimba ilmu. Selain itu Syekh
Abdul Jamil secara tekun dan telaten menyebarluaskan Tarekat Syatariyah melalui
pengajian-pengajian dan silaturahmi serta latihan bela diri.
Seiring waktu Pesantren Buntet
santrinya semakin bertambah banyak berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Begitu juga murid-murid Tarekat Syatariyah semakin merebak ke berbagai daerah
di Jawa. Mereka (para pengamal tharekat)
juga sering berkumpul untuk mengadakan acara khusus untuk lebih mensucikan dan
mendekatkan diri melalui dzikir-dzikir tertentu. Demikian pula tiap bulan suci
Ramadhan, Pondok Pesantren Buntet dipenuhi para santri dari Tanah Jawa dan Luar
Jawa yang mengaji Pasaran.
Perkembangan
berikutnya, sistem madrasi atau
sistem persekolahan diformalkan pada saat
KH. Abbas Abdul Jamil memimpin Pondok Pesantren Buntet pada 1910-1946,
yaitu dengan membuka lembaga pendidikan sekolah dalam bentuk Madrasah Wajib
Belajar (MWB), setingkat Taman Kanan Kanak (TK) yang terdiri dari sifir I dan sifir II. Sebagai kelanjutan dari MWB, KH. Abbas Abdul Jamil juga
mendirikan Madrasah Watha-niyah Ibtidaiyah (MWI) I setingkat SD. Pada tahun
yang sama, KH. Abbas Abdul Jamil juga menerapkan spesialisasi bidang ilmu bagi
Kiyai maupun Ustadz yang mengajar di pondok atau di madrasah yang ada di
pesantren Buntet. Perubahan yang dilakukan KH. Abbas Abdul Jamil tidak hanya
membenahi sarana dan fasilitas, santri yang tampak cerdas dan memiliki
kelebihan juga memperoleh perhatian khusus yaitu diberikan biaya untuk
melanjutkan ke Makkah atau Madinah.
Dari usaha dan
kebijakan ini terlahir banyak alumni yang menimba ilmu di Makkah dan Madinah
lalu kembali ke Cirebon dengan memiliki kedalaman ilmu yang mumpuni. Pengalaman
belajar di luar negeri ini membawa perubaha n yang positip terhadap kemajuan
pondok pesantren dalam berbagai hal.
Pada tahun
1960-an, ketika KH. Mustahdi Abbas memimpin pesantren Buntet, dibuka MTs Putra (Muallimin) dan MTs Putri (Muallimat)
sebagai kelanjutan dari MWI. Pada perkembangan berikutnya, MTs Putra dan Putri
ini berubah menjadi Pendidikan Guru Agama (PGA) Putra dan Putri yang masa
belajarnya empat tahun (tapi ujian negaranya mengikuti MTs N yang masa
belajarnya tiga tahun). Sebagai kelanjutan dari MTs/ PGA Putra dan Putri, KH.
Mustahdi Abbas (kepemimpinan periode 1946-1975) sebagai pembina pesantren
Buntet memprakarsai berdirinya Madrasah Aliyah (MA) Putra dan Putri pada 1968
yang kemudian pada 1971 MA Putra dan Putri ini dinegerikan menjadi Madrasah
Aliyah Agama Islam Negeri (MAAIN). MAAIN seluruh Indonesia berdasarkan SK Menag
berubah menjadi Madrasah Aliyah Negeri atau MAN.
Dengan demikian,
pesantren Buntet selama tiga dasawarsa (1946-1979) telah mengalami perubahan
dan pembaharuan yang sangat pesat terutama dalam bidang pendidikan sekolah
yakni sejak diprakarsai MWB kemudian MWI, dilanjutkan berdirinya MTs Muallimin dan muallimat dan terakhir MA yang kemudian dinegerikan menjadi MAN.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa, kiyai dan para pembina pesantren Buntet selalu
berupaya meningkatkan dan memikirkan bentuk dan jenis pendidikan yang sesuai
dengan kemauan dan perkembangan jaman.
Perkembangan dan
kemajuan sains dan teknologi semakin pesat, sementara lembaga-lembaga
pendidikan sekolah yang ada di pesantren Buntet dinilai selalu ketinggalan.
Untuk menghadapi kenyataan ini, pengelola Pondok Pesantren Buntet selalu
berupaya menyesuaikan diri yaitu dengan tetap berpegang kepada nilai-nilai lama
yang baik dan mengambil hikmah atau pelajaran dari perkembangan zaman itu yang
dianggap lebih baik untuk selanjutnya dipertimbangkan sebagai suatu model dan
program lembaga dalam menyongsong masa depan. Dengan prinsip seperti dimaksud,
nilai-nilai lama sedbagai sebuah tradisi pesantren tidak hilang, sementara
nilai-nilai yang baru dan baik dalam kontek kemodernan selalu diakomodir.
Dalam perkembangan sekarang, Pondok
Pesantren Buntet Cirebon dapat disebut sebagai pondok yang telah melakukan
proses modernisasi. Namun demikian, modernisasi ini tidak kemudian membuat
pesantren terbawa arus sekularisasi karena ternyata pendidikan sekuler yang
sekarang ini menjadi trend dengan balutan pendidikan moderen, tidak
mampu menciptakan generasi yang berkarakter dan mandiri. Sebaliknya, pesantren
yang dikenal dengan tradisionalnya justru dapat mencetak lulusan yang
berkepribadian dan mempunyai kemandirian. Pondok pesantren yang tersebar di
pelosok-pelosok kepulauan nusantara, turut pula menyumbangkan darma bakti dalam
usaha mulia “character building” bangsa Indonesia, termasuk pondok pesantren Buntet Cirebon.
Pesantren ini telah menghantarkan para
alumni yang tersebar di berbagai pelosok negeri ini menjadi manusia-manusia
yang tangguh dan mandiri. Mereka hidup di masyarakat dengan berbagai
pekerjaan/profesinya masing-masing dan dapat mewarnai kehidupan masyarakat yang
lebih baik. Mereka bisa hidup seperti itu sebagai bukti bahwa pendidikan di
pondok pesantren dapat menghasilkan pribadi-pribadi yang unggul dan maslahat
bagi keberlangsungan masyarakat dimana mereka tringgal.
Dengan berdirinya lembaga-lembaga pendidikan yang
berorientasi kepada agama dan iptek, maka
jelas bahwa orientasi pendidikan di Pondok
Pesantren Buntet yaitu berusaha membimbing dan membina manusia Indonesia
untuk selalu beriman dan bertaqwa kepada
Allah SWT., memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi tapi juga berakhlaq mulia (akhlaq al-karimah) serta mandiri. Integrasi
iman, ilmu dan ahlak yang menjadi orientasi dari pendidikan di pesantren akan
susah untuk dicari bandingannya.